Minggu, 18 Juli 2010

laporan mata kulyah perkebunan 1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Di Indonesia tanaman karet (Havea brasiliensis Mull. Arg) telah diusahakan sejak tahun 1876 dan tanaman karet telah berkembang sampai sekarang. Tanaman karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki peran yang cukup penting bagi perekonomian Indonesia. Saat ini karet mampu memberikan sumbangan devisa untuk negara dalam jumlah terbesar jika dibandingkan dengan komoditi perkebunan lainnya.
Tanaman karet mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Karet dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan sepatu karet, sabuk penggerak mesin, pembuatan ban kendaran. Selain itu dapat pula digunakan dalam pembuatan alat-alat rumah tangga seperti sandal, lem perekat barang, kursi, dan selang air. Sedangkan kayu dari tanaman karet yang telah tua dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan mebel (Boerhendhy 2006), Selain itu biji karet juga dapat diolah sebagai bahan dasar pembuatan cat (Haris, Baryono, Hermansyah dan Bagya, 1995).
Provinsi Jambi merupakan salah satu sentra produksi karet di Indonesia, menempati urutan ketiga penghasil karet terbesar di Indonesia. Wilayah pengembangan tanaman karet tersebar di sembilan kabupaten yang ada di Provinsi Jambi. Pada tahun 2006 produksi karet Provinsi Jambi mencapai 261.284 ton dan pada tahun 2007 produksinya menjadi 529.695 ton hal ini menunjukan produksi tanaman karet di Provinsi Jambi meningkat.
Perkebunan karet di Provinsi Jambi dibagi menjadi 3 yaitu perkebunan karet rakyat, perkebunan karet negara dan perkebunan karet swasta. Dari luas perkebunan yang ada di Provinsi Jambi, perkebunan karet rakyat merupakan perkebunan yang terluas yaitu 97,5 % dari luas keseluruhan, sedangkan luas perkebunan karet negara 0,83 % dan luas perkebuan karet swasta sebesar 1,66 % (Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, 2005).
Luas areal dan produksi tanaman karet menurut status pengusahannya di Provinsi Jambi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas areal dan produktivitas tanaman karet menurut status pengusahaannya di Provinsi Jambi pada tahun 2004 – 2006

Tahun Luas areal (ha) Produksi (ton) Produktivitas (kg/ha)
TBM TM
2004
2005
2006
2007 105.466
130.150
128.031
145.260 325.076
330.036
337.028
334.499 230.681
232.161
261.284
529.695 710
725
775
776
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Jambi
Keterangan : TBM (Tanaman belum menghasilkan)
TM (Tanaman menghasilkan)

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa luas areal dan produktivitas karet mengalami peningkatan. Namun, dari sisi produktivitas yang dicapai masih rendah bila dibandingkan rata-rata hasil klon unggul yang mencapai 1.600 kg ha-1 per tahun (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, 2007).
Penyebab utama rendahnya produktivitas karet adalah : (1) banyaknya tanaman karet sudah berumur tua/rusak, (2) kurangnya pemakaian klon unggul, (3) kurang bahkan tidak melakukan pemeliharaan tanaman dengan baik, terutama pemupukan, (4) adanya serangan hama penyakit, terutama penyakit jamur akar putih, dan (5) jumlah tegakan atau populasi per hektar terlalu padat bahkan terdapat jenis spesies lain selain dari Hevea brasilliensis (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, 2007).
Setyamidjaja (2000) mengatakan, untuk meningkatkan produktivitas dan mutu tanaman karet dimasa datang khususnya bagi perkebunan karet rakyat, berbagai upaya dapat dilakukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bibit- bibit klon unggul. Dalam perbanyakan tanaman karet dengan menggunakan teknik okulasi diperlukan batang bawah yang pertumbuhanya baik dan memiliki sifat-sifat yang unggul, yaitu yang memiliki ciri – ciri batang bawah yang berasal dari klon yang perakarannya baik, kuat, berkemampuan
Penyediaan bibit karet, termasuk penyediaan batang bawah untuk keperluan okulasi merupakan suatu faktor penting dalam meningkatkan produktivitas tanaman karet. Batang bawah sangat menentukan penampilan batang atas, potensi maksimal atas hanya tercapai apabila batang bawah yang digunakan tepat (Kuswanhadi, 1992). Kesalahan penggunaan batang bawah dapat menurunkan produksi sampai 40 %. Umumnya batang bawah yang diinginkan selain mudah diperoleh dan seragam, juga mempunyai sifat tahan terhadap penyakit akar, mudah diokulasi dan memiliki kesesuaian (compatibility) yang tinggi dengan batang atas (Dijkman, (1951) diacu dalam Kuswanhadi, 1992).
Rendahnya produktivitas ini juga dikarenakan Provinsi Jambi di dominasi oleh tanah ultisol. Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan (2005), Provinsi Jambi memiliki potensi tanah masam yang didominasi oleh Ultisol dengan luas 2.272.725 ha atau 44,56 % dari luasan Provinsi Jambi.
Jika dilihat dari luasnya, Ultisol sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan produktif untuk tanaman pertanian, namun untuk pemanfaatannya Ultisol mengalami beberapa kendala seperti sifat fisik dan biologi yang kurang baik, pH yang rendah, kandungan Al dan Fe yang tinggi serta rendahnya unsur hara makro (N, P, K) dalam tanah. Khusus unsur P tidak tersedianya dalam tanah masam akibat fiksasi Fosfat ion – ion Al dan Fe membentuk Al/Fe dan Fe/P, sehingga tidak tersedia bagi tanaman.
Menurut Buckman dan Brady (1982), pada tanah yang bereaksi masam yaitu tanah – tanah yang ber pH rendah (pH < 6) dimana P yang tersedia sangat sedikit, ion Al, Fe dan Mn akan mengikat P di dalam tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Ditambahkan oleh Hakim et al, (1986) bahwa, pada tanah masam ion P akan mudah bersenyawa dengan Al, Fe dan Mn sehingga membentuk senyawa P yang tidak dapat larut.
Selain itu perilaku unsur P di dalam tanah sangat kompleks dan senantiasa mengandung masalah terutama dalam hubungannya dengan tanaman. Pada sebagian besar tanah yang bereaksi masam kandungan P yang tersedia umumnya tidak cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman tersebut. Untuk itu perlu penambahan unsur hara dari luar. Tetapi pada Ultisol, pemupukan P dosis tinggi secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama menyebabkan terjadinya penimbunan residu P (Soepardi, 1983).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memanfaatkan mikroorganisme yang bermanfaat salah satunya adalah cendawan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) ke dalam tanah. MVA merupakan cendawan yang dapat bersimbiosis secara saling menguntungkan dengan tanaman, khususnya pada akar yang dapat membantu tanaman dalam penyerapan unsur hara dan mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan untuk memacu serapan P dalam tanah serta memberdayakan timbunan residu P dan bentuk – bentuk P yang tidak larut alami (Santoso,1994).
Tanaman yang bermikoriza biasanya lebih baik daripada yang tidak bermikoriza. Hal ini diakibatkan karena mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan unsur hara mikro. Kehadiran mikoriza dalam tanah dapat meningkatkan efisiensi penggunan air oleh tanaman sehingga pemborosan air tanah dapat dikurangi sehingga dapat mengurangi stress tekanan air, memperbaiki ketahanan tanaman yang resisten terhadap serangan penyakit, serta dapat menambah kesuburan tanah akibat dari kemampuan untuk mengekstrasi unsur-unsur hara yang diperlukan sehingga dapat menyediakan pupuk pada tanaman secara tidak langsung (Setiadi,1996)
Menurut Smith dan Read (1997), penggunaan MVA akan menguntungkan untuk dikembangkan pada tanah Ultisol, sebab MVA dapat mengakibatkan kemampuan tanaman melakukan penyerapan unsur – unsur yang tidak mobil dalam bentuk tidak tersedia di dalam tanah khususnya P. Hasil Praktikum Kartika (2006) menunjukkan bahwa Cendawan Mikoriza Akar (CMA) mampu meningkatkan penyerapan unsur hara terutama unsur P pada bibit kelapa sawit, hal ini didukung karena meningkatnya kadar enzim fosfatase asam di akar dan di tanah yang dihasilkan oleh CMA dan bibit tersebut.
Selanjutnya hasil Praktikum Nugroho et al (1996) menunjukan bahwa pemberian inokulan mikoriza sebanyak 10 gr per tanaman dapat meningkatkan serapan hara P dan tinggi tanaman jagung pada keadaan cekaman air. Kemudian dari hasil Praktikum Legiso (1999) menunjukan bahwa inokulasi ektomikoriza dan endomikoriza masing-masing sebanyak 2,5 g per tanaman ternyata berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah cabamg primer, berat 100 biji, berat kering tanaman dan bobot tajuk pada tanaman kedelai.
Dari hasil Praktikum yang dilakukan oleh Murniati (2000), pemberian cendawan MVA 50 gr/tan pada kadar air tanah 75 % kapasitas lapang didapatkan rasio tajuk akar dan berat kering yang terbaik. Sedangkan pada pemberian cendawan mikoriza pada kadar air 50 % kapasitas lapang didapatkan laju tumbuh relative dan laju asimilasi bersih yang terbaik pada tanaman cabai rawit. Menurut Siagian el al (1994) menyatakan bahwa kebutuhan air untuk bibit karet sebanyak 142,5 ml air/polybag dimana waktu pemberian air tiga hari sekali atau 47,5 ml air/polybag perhari menunjukan pertumbuahan karet yang lebih baik.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui respon tanaman karet terhadap pemberian MVA dan P.
2. Memenuhi syarat 1 SKS praktikum mata kuliah Budidaya Tanaman Perkebunan I.

1.3 Kegunaan Praktikum
Kegunaan dari Praktikum ini adalah untuk memberikan informasi dan pemikiran kepada para petani dalam usaha meningkatkan produktivitas dan mutu tanaman karet di masa datang khususnya bagi perkebunan karet rakyat

1.4 Hipotesis
1. Pemberian MVA dan pupuk Fosfor dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan bibit karet pada ultisol.
2. Terdapat dosis MVA dan pupuk Fosfor yang memberikan pertumbuhan bibit karet yang terbaik pada Ultisol.





II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tanaman Karet
Tanaman karet (Havea brasiliensis Mull. Arg), merupakan tanaman yang tergolong tanaman tahunan yang berbentuk pohon yang cukup besar. Menurut Tjitrosoephomo (1991) dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika berikut :
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dikotiledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Havea
Spesies : Havea brasiliensis Mull. Arg.
Perakaran tanaman karet tersusun atas akar tunggang, akar lateral dan akar baru. Akar lateral pertumbuhannya menyebar ke segala arah. Ketiga akar ini adalah system dari tanaman yang berada pada bagian bawah permukaan tanah dan berperan besar dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Perkembangan perakaran tanaman pada umumnya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu energi yang tersedia dalam jaringan tanaman dan keadaan lingkungan pertumbuhan akar. Pada mulanya pertumbuhan akar hanya terbatas pada daerah sekitar pohon setelah lebih dari lima tahun barulah akar mulai menyebar lebih jauh lagi dari pohon. Panjang akar tunggang mampu mencapai kedalaman 2 meter atau lebih, sedangkan akar lateralnya mampu menyebar hingga 20 meter atau lebih (Disbun, 1993).
Fungsi utama akar tanaman karet yaitu sebagai penopang berdirinya tanaman dan sebagai organ yang berfungsi dalam pengambilan air dan unsur hara dari dalam tanah. Akar merupakan organ tanaman yang memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan dan pertumbuhan tanaman karet, maka dari itu akar tanaman karet harus tumbuh dengan baik agar dihasilkan tanaman yang baik. Kulit batang tanaman karet memiliki struktur anatomi seperti tanaman dikotil lainnya. Pada bagian kulit batang karet terdapat pembuluh latek, yang banyak mengandung getah atau latek.
2. 2. Syarat Tumbuh Tanaman Karet
2.2.1 Iklim
Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah topis yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zona antara 150 LU dan 150 LS. Tumbuh sangat baik pada daerah antara 50 LU sampai 60 LS. Pada daerah dengan ketinggian antara 0 - 400 meter di atas permukaan laut tanaman karet dapat tumbuh dengan baik. tanaman karet membutuhkan curah hujan minimal 1500 mm/tahun dengan distribusi yang merata agar pertumbuhanya baik (Setyamidjaja, 1993).
Tanaman karet membutuhkan suhu harian berkisar 25-30oC. Tanaman karet juga membutuhkan setidaknya 5-7 jam penyinaran matahari, apabila lamanya penyinaran matahari kurang dari 5 jam maka akan menyebabkan rendahnya produktivitas yang dihasilkan (Disbun, 1993). Selain faktor curah hujan, penyinaran dan ketinggian tempat. Tanaman karet juga sangat dipengaruhi oleh angin, angin yang kencang pada musim-musim tertentu dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman karet yang berasal dari klon-klon tertentu yang peka terhadap angin yang kencang.

2.2.2 Tanah
Menurut Setyamidjaja (1993) tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah, akan tetapi tanah yang baik dalam mendukung pertumbuhan tanaman karet adalah tanah jenis latosol, vulkanik dan alluvial. Tanah jenis vulkanis umumnya memiliki sifat fisika yang cukup baik. Sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet adalah sebagai berikut:
a. Solum cukup dalam, sampai 100 cm atau lebih, dan tidak terdapat batu-batuan
b. Aerase dan drainase baik
c. Remah, porus dan dapat menahan air
d. Tekstur terdiri atas 35% liat dan 30% pasir.
e. Tidak bergambut, kandungan unsur hara N, P, K cukup dan tidak kekurangan unsur mikro
f. pH tanah 4,5 – 6,5 dan kemiringan tanah tidak lebih dari 16% serta permukaan air tanah tidak kurang dari 100 cm.
2.3. Pembibitan Tanaman Karet
Pembibitan tanaman karet merupakan bagian dari kegiatan pembiakan tanaman karet, secara umum penyedian bibit karet untuk keperluan peremajaan maupun penanaman areal baru terdiri atas bibit asal biji dan bibit okulasi. Pembibitan tanaman karet dilakukan melalui dua tahap kegiatan diantaranya adalah persemaian perkecambahan dan persemaian bibit. Persemaian perkecambahan adalah persemaian yang bertujuan mengecambahkan benih karet. Perkecambahan adalah untuk mendapatkan bibit batang bawah yang pertumbuhannya cepat dan seragam. Perkecambahan dilakukan 5 - 21 hari di persemaian, bibit yang akan digunakan diseleksi terlebih dahulu. Pemindahan bibit dilakukan dari stadia pancing bahkan sampai stadia payung pertama.
Biji yang digunakan sebagai kecambah untuk batang bawah diambil dari klon unggul yang bersertifikat sehingga nanti dihasilkan batang bawah yang pertumbuhannya baik. Menurut Setyamidjaja (1993), benih yang telah diseleksi sebelum disemaikan sebaiknya dicuci dan diremdam terlebih dahulu, tujuannya adalah untuk meningkatkan daya kecambah benih tersebut. Perendaman biji dilakukan setelah 48 jam. Perbanyakan tanaman karet saat ini dapat dilakukan dengan teknik okulasi, untuk mendapatkan bibit okulasi tanaman karet, dikenal 2 macam cara yaitu:
1. Okulasi hijau (green budding) merupakan okulasi yang menggunakan batang bawah berumur antara 4 sampai 6 bulan dimana batang bawah masih hijau. Pangkal batang telah berwarna hijau kecoklatan, berdiameter 1 sampai 1,5 cm atau sebesar pensil dan tinggi tanaman sekitar 60 cm. batang atas yang digunakan adalah kayu entres yang telah berumur 1 sampai 3 bulan setelah pemangkasan, warna masih hijau atau telah terbentuk 1 sampai 2 payung daun, dan payung teratas sudah berwarna hijau sampai hijau tua.
2. Okulasi coklat (Brown budding) merupakan okulasi yang menggunakan batang bawah yang telah berumur 7 sampai 12 bulan dipembibitan dan telah berdiameter 1,5 cm. batang atasnya berasal dari tanaman kebun entres yang berwarna hijau kecoklatan sampai coklat dan batang lurus.
Pada pembibitan tanaman karet, terdapat dua macam bibit yaitu bibit dalam polybag dan bibit tanpa polybag. Menurut Kuswanhadi (1990) bibit dalam polybag lebih sering digunakan karena memiliki keuntungan seperti pertumbuhan tanaman dilapangan dapat lebih awal, relatif lebih mudah penanganannya, resiko kerusakan selama pengangkutan dapat diperkecil dan bibit yang berasl dari polybag pertumbuhannya lebih seragam. Sedangkan bibit yang langsung ditanam ditanah atau tanpa polybag memiliki keuntungan karena biaya yang dikeluarkan sedikit tetapi kerugian dari cara ini adalah bibit yang akan digunakan harus dipindahkan dulu sehingga memakan waktu dan cara pemindahan harus dilakukan dengan hati- hati agar tidak merusak akar dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak.

2.4. Tinjauan Umum Tentang Mikoriza
Sebagian besar jasad hidup yang berada disekitar perakaran tanaman memegang peranan yang penting bagi kehidupan tanaman. Proses mikrobiologi demikian meliputi saprofitisme, patogenetisme dan simbiosis (Fakuara, 1988). Istilah mikoriza berasal dari kata miko (mykes atau jamur) dan riza (rhiza atau akar). Jadi Mikoriza berarti jamur yang dapat berasosiasi dengan akar tumbuh yang membentuk suatu hubungan yang saling mengguntungkan diantara keduanya. Selanjutnya Mosse (1981) dalam Yulianti (1992) mengatakan bahwa mikoriza adalah suatu bentuk hubungan kerjasama yang terjadi antara akar suatu tanaman dengan sejenis jamur yang menginfeksinya. Dalam berasosiasi demikian jamur menginfeksi tanaman dan berkoloni diakar tanpa menimbulkan patogenesis sebagaimana biasa terjadi pada infeksi jamur patogenik, dalam hal ini cendawan tidak merusak atau membunuh tanaman inangnya tetapi cenderung keduanya bekerjasama dan saling mempertukarkan hara sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.
Mikoriza termasuk dalam kelas Phycomicetes dari ordo Mucorales dan berasal dari famili Endogonaceae. Berdasarkan struktur tubuh dan cara menginfeksi pada tanaman inang, maka cendawan mikoriza dapat dikelompokan dalam 3 golongan besar yaitu; Ektomikoriza, Ektendomikoriza dan Endomikoriza (Anas dan Santosa, 1993).
MVA merupakan jamur yang sulit dikenali dengan mata telanjang karena miselanya berukuran sangat halus yang terdapat disekeling akar dan miselianya masuk dan ada didalam korteks akar. Jamur ini memiliki sifat-sifat antara lain: a) perakaran yang terkena infeksi jamur ini tidak akan membesar, b) jamur membentuk struktur lapisan hifa tipis pada permukaan akar, c) hifa menginfeksi masuk kedalam individu sel jaringan korteks. Cendawan ini merupakan sekelompok jamur yang banyak dijumpai dan berasosiasi pada berbagai tanaman misalnya, pada tanaman jagung, kedelai, tomat dll.
MVA membentuk organ – organ khusus dan mempunyai peranan yang juga spesifik. Organ khusus tersebut adalah arbuskul, vesikel dan spora. Vesikel merupakan jamur yang berbentuk seperti kantong bulat, diujung hifa yang mengandung banyak lemak yang berfungsi untuk tempat penyimpanan makanan. Arbuskul merupakan hifa bercabang halus yang terdapat didalam sel. Arbuskular terbentuk 2-3 hari dan dapat meningkatkan luas permukaan akar 2-3 kali lipat dari ukuran semula dan bertindak sebagai saluran pemindah hara dari jamur ke tanaman. Masuknya hifa ke dalam sel tanaman inang diikuti oleh peningkatan sitoplasma, pembentukan organ baru, pembengkakan inti sel, peningkatan respirasi dan aktivitas enzim. Siklus hidup arbuskul cukup singkat yaitu 1 samapi 3 minggu. Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal, spora ini dapat dibentuk secara tunggal, berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis cendawan (Anas dan Santos, 1993).
Bagian yang penting dari mikoriza vesikular arbuskular adalah hifa ekternal yang terbentuk diluar akar tanaman. Hifa ini yang membantu memperluas wilayah jelajah akar sehingga memperluas daerah jangkauan akar dan akibatnya jumlah hara yang dapat diserap tanaman dapat bertambah. Selanjutnya ditambahkan pula oleh Mosse (1981) dalam Listiyowati (1989) bahwa bagian yang penting dari mikoriza adalah miselium yang berada di luar akar, karena pada bagian ini terbentuk spora pad ujung-ujung hifa. Perkecambahan spora sangat sensitif terhadap logam berat dan kandungan aluminium yang tinggi. Tingkat ketersediaan Mn didalam tanah juga berpengaruh terhadap pertumbuhan miselium. Spora dapat bertahan hidup didalam tanah selama beberapa bulan bahkan beberapa tahun, tetapi jamur tidak akan dapat berkembang tanpa adanya jaringan akar yang hidup. Ribuan spora yang baru dan sama jenisnya dapat terbentuk dan diproduksi dalam waktu 4 hingga 6 bulan.
2.5. Peranan Mikoriza Terhadap Perbaikan Pertumbuhan Tanaman
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya infeksi jamur mikoriza pada pertumbuhan tanaman adalah semakin baiknya pertumbuhan tanaman karena mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara terutama P. unsur P dalam tanah tersedia dalam tanah tetapi dalam bentuk yang terikat dengan adanya infeksi jamur mikoriza pada akar tanaman dapat membantu dalam penyerapan unsur P. lebih baiknya pertumbuhan tanaman yangberasosiasi dengan mikoriza dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
1. Meningkatnya volume tanah yang dapat dijangkau oleh akar bersama-sama dengan mikoriza atau dengan kata lain dapat memperluas wilayah jelajah akar.
2. Meningkatnya pengambilan unsur hara P dan unsur hara lain, misalnya Kalium, Sulfat, Tembaga, Seng dan Nitrogen.
3. Menjadikan tanaman kurang peka terhadap kekurangan air (cekaman air) sehingga tanaman dapat beradaptasi pada keadaan lingkungan yang kurang baik, tetapi tanaman dapat tumbuh dengan baik.
4. Meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen, salah satu diantaranya melalui mekanisme pembentukan hormon. Dengan meningkatnya ketahanan tanaman terhadap serangan patogen dapat membuat tanaman dapat tumbuh dengan baik dan kerugian akibat serangan patogen dapat diperkecil sehingga biaya produksi dapat ditekan.
5. Meningkatkan pembentukan bintil akar pada tanaman legum.
6. Meningkatkan kelangsungan hidup tanaman pada lingkungan yang kurang baik, misalnya pada tanah-tanah yang tercemar atau tererosi berat dan tanah -tanah yang memiliki keragaman suhu serta tingkat kemasaman yang tinggi.
7. Mikoriza dapat digunakan sebagai media transfer senyawa organik dan juga mikoriza dapat membentuk enzim
8. Jamur mikoriza juga mampu menghasilkan hormon, seperti hormon auksin, sitokinin dan giberalin yang dapat mempengaruhi struktur dan sistem perakaran.
Disamping keuntungan dalam penyerapan hara, mineral dan air, tanaman juga dapat memperoleh keuntungan lain dari infeksi jamur mikoriza pada tanaman inangnya adalah akar tanaman yang bermikoriza dapat berfungsi lebih lama dibandingkan tanaman yang tidak bermikoriza, selain itu tanaman yang bermikoriza akan lebih sedikit kemungkinananya terserang oleh patogen-patogen yang dapat merusak tanaman, akar-akar pendek yang bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan pada musim kemarau dari pada tanaman yang tanpa mikoriza. Santoso (1984) menyatakan bahwa kehadiran mikoriza pada tanah dapat mengakibatkan meningkatnya efisiensi penggunaan air oleh tanaman sehingga pemborosan air tanah dapat dikurangi, disamping itu mikoriza juga dapat meningkatkan nilai tegangan asmotik sel-sel akar tanaman sehingga tanaman dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Inokulasi mikoriza dapat juga memberikan peningkatan pertumbuhan anakan pada tanaman Diterocarpaceae. Keberhasilan inokulasi mikoriza dalam menginfeksi tanaman sangat dipengaruhi penempatan mikoriza pada akar tanaman, sebaiknya inokulasi mikoriza harus diberikan disekitar perakaran tanaman sehingga jamur dapat menginfeksi tanaman dengan baik. Selain itu respon pertumbuhan tanaman juga tergantung pada jumlah dan kecepatan infeksi dan kolonisasi dari akar tanaman inang oleh jamur mikoriza.

2.6. Peranan MVA Dalam Meningkatkan Ketahanan Tanaman Terhadap Kekeringan
Tanaman yang bermikoriza dapat meningkatkan serapan air dan hara. Ukuran hifa yang kecil dan lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hifa bisa masuk kedalam pori-pori yang paling kecil sehingga hifa bisa menyerap air pada kondisi kadar air yang sangat rendah. Serapan air yang lebih besar oleh tanaman yang bermikoriza juga akan dapat membawa unsure hara yang mudah larut terbawa olah aliran air seperti N,K dan S sehingga serapan unsure tersebut dapat semakin meningkat.
Tanaman yang bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan dari pada tanaman yang tidak bermikoriza, akar tanaman yang bernikoriza akan lebih cepat kembali pulih setelah periode kekurangan air. Hal ini disebabkan hifa cendawan mampu menyerap air pada pori-pori tanah dan penyebaranhifa di dalam tanah sangat luas sehingga dapat mengambil air relative lebih banyak (Setiadi,1998). Beberapa dugaan tanaman yang bermikoriza lebih tahan kekeringan antara lain adalah dengan adanya mikoriza menyebabkan resistensi terhadap kekeringan meningkat ( Santosa,1989)

2.7. Peranan Fosfor (P) Bagi Tanaman Karet
Fosfor terdapat dalam bentuk phitin, nuklein dan fosfatide, merupakan bagian dari protoplasma dan inti sel. Sebagai bagian dari inti sel sangat penting dalam pembelahan sel, demikian pula bagi perkembangan jaringan meristem. Fosfor diambil tanaman dalam bentuk H2PO4- dan HPO4- (Sutedjo, 1999).
Menurut Nyakpa, Lubis, Puling, Amrah, Munawar, Hong dan Hakim (1988) P sangat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena P banyak terdapat didalam sel tanaman berupa unit – unit nukleotida, sedangkan nukleotida merupakan suatu ikatan yang mengandung P sebagai penyusun RNA dan DNA yang berperan dalam sel tanaman.
Menurut Indranada (1989) P merupakan bagian integral tanaman pada bagian penyimpanan energi. P terlihat pada penangkapan energi cahaya matahari yang mengenai molekul klorofil energi tersebut yang tersimpan dalam bentuk ATP dan ADP maka, energi dapat dipakai untuk menjalankan reaksi – reaksi yang memerlukan energi seperti pembentukan sukrosa, tepung dan protein.
Unsur hara P berperan dalam merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, sebagai bahan dasar protein (ATP dan ADP), membantu asimilasi dan respirasi, mempercepat proses pembungaan dan pembuahan, serta pemasakan biji dan buah. Gejala kekurangan unsur hara P pada tanaman adalah daun berubah warna menjadi tua atau tampak mengkilap kemerahan, tepi daun, cabang dan batang berwarna merah ungu kemudian berubah menjadi kuning, buah kecil dan cepat matang (Marsono dan Sigit, 2001).
Pemupukan P pada suatu batas tertentu akan memberikan hasil yang meningkat, akan tetapi pemberian yang melampaui batas optimum sering tidak berhasil memberikan respon yang nyata (Supardi, 1983). Menurut Tisdale dan Nelson (1975) pemberian P yang berlebihan dapat mengakibatkan tanaman menjadi kerdil, klorosis dan bentuk daun tidak normal.
Fosfor dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori berdasarkan kelarutannya yaitu P yang dapat larut dalam air, P yang larut dalam asam sitrat dan P yang tidak larut dalam asam sitrat. P yang larut dalam air P2O5 nya mudah tersedia bagi tanaman, P yang larut dalam asam sitrat P2O5 larut berangsur – angsur sehingga baik untuk tanaman yang tumbuh lambat, sedangkan P yang tidak larut dalam asam sitrat lambat tersedia bagi tanaman (Nyakpa, dkk, 1988).





















III. METODE PRAKTIKUM

3. 1. Tempat dan Waktu Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan selama 10 minggu setiap hari Sabtu pukul 10.00 WIB mulai dari tanggal 3 April 2010 sampai tanggal 5 Juni 2010 di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi, desa Mendalo Darat Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muarao Jambi, dengan jenis tanah Ultisol, pH 5-6 dan dengan ketinggian 35 m dpl.

3. 2. Alat dan Bahan Praktikum
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
 Meteran
 jangka sorong
 peggaris, dan alat tulis lainnya.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah

o benih karet klon GT1
o tanah ultisol lapisan atas
o pasir
o pupuk kandang
o MVA
o polybag ukuran 25 cm x 40 cm
o atap rumbia atau nipah
o Dithane M-45
o Air
o Kayu
o tali plastik
o papan.


3. 3. Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan dalam Praktikum ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial (2 faktor), yaitu :
Faktor I : MVA yang terdiri 2 taraf perlakukan yaitu :
• M0 = Tanpa pemberian mikoriza (kontrol)
• M1 = Pemberian mikoriza sebanyak 10 gram/tanaman
• M¬2 = Pemberian mikoriza sebanyak 20 gr/tanaman


Faktor II : Pemberian pupuk Fosfor yang terdiri 5 taraf perlakukan yaitu :
 P1 = 25 % dosis anjuran
 P2 = 50 % dosis anjuran
 P3 = 75 % dosis anjuran
 P4 = 100 % dosis anjuran
 P5 = 125 % dosis anjuran
Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga diperoleh 45 satuan percobaan. Untuk setiap satuan percobaan terdiri dari 2 tanaman sampel.
3.4. Pelaksanaan Praktikum
3.4.1. Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap hari Sabtu mulai dari tanggal 3 April sampai dengan 5 Juni 2010 dan dilakukan satu minggu sekali. Pengamatan dilakukan berkelompok sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Variabel yang diamati dalam praktium ini adalah tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang tanaman karet.

3.4.2. Pemeliharaan
Pemeliharan yang dilakukan yaitu dengan penyiraman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit serta pengendalian gulma. Penyiraman tanaman dilakukan setiap hari.
Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan cara mencabut rumput-rumputan liar yang tumbuh disekitar tanaman ataupun yang tumbuh diluar polybag atau disekitar bedengan. Pemupukan dilakukan dengan cara membuat alur di bagian pinggir polibag dan pupuk dibenamkan secara merata pada alur tersebut sesuai dengan dosis anjuran. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan fungisida dan insektisida berupa Dithane M-45 dengan konsentrasi 2 g per liter air dan decis 2 g per liter air, dalam interval waktu pemberian 1 minggu atau disesuaikan dengan kondisi di lapangan.


3.5. Variabel yang Diamati
3.5.1. Tinggi Bibit
Tinggi bibit diukur dengan interval satu minggu sekali selama 10 minggu. Caranya setiap bibit diukur tingginya dari leher akar (pangkal batang) sampai ketitik tumbuh yang tertinggi dengan menggunakan meteran dengan satuan cm. untuk memperoleh keseragaman dalam pengukuran maka digunakan ajir setinggi 2 cm dari leher akar.

3.5.2. Diameter Batang
Pengukuran diameter batang juga dilakukan dengan interval satu minggu sekali dengan pertimbangan yang sama dengan pengukuran tinggi tanaman. Pengukuran dilakukan 2 cm diatas leher akar dengan menggunakan jangka sorong yang diukur dari dua sisi tanaman. Untuk mendapatkan rata – rata hasil yang diperoleh dibagi 2 dengan satuan mm.

3.5.3. Jumlah Daun
Jumlah daun dihitung mulai daun paling bawah sampai ke daun yang terletak paling atas. Jumlah daun juga dihitung dengan interval satu minggu sekali selama 10 minggu.

3.5.4. Analisis Data
Untuk melihat perlakuan yang diamati, data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan menggunakan sidik ragam dan untuk melihat perbedaan antar perlakuan diuji dengan menggunakan uji BNT pada taraf 5 %.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Tabel 1. Rata-Rata Tinggi Bibit Tanaman Karet (cm)
Perlakuan Pengamatan Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
M0P0 (I) 75.8 80 80.25 43.5 81.65 81.8 81.9 82.15 82.25 32.75
M0P0 (II) 48 50.5 50.5 70.25 50.7 55.45 60.1 60.45 55.85 55.2
M0P0 (III) 27.75 29.25 30.5 66.75 37.9 38.25 38.8 38.95 39.95 40.25
M0P1 (I) 38.6 39.8 40.25 69.75 71 75.5 75.5 75.75 81.4 92
M0P1 (II) 34.5 36 36.4 45.5 65.45 66 66.6 70 71.9 87.4
M0P1 (III) 69 78.25 83.6 35.25 71.45 72.4 73.05 85.6 89.55 98.25
M0P2 (I) 37.5 42.5 43.5 45.25 39 40.4 40.9 44 46 52.45
M0P2 (II) 59 70 70.25 70.85 64.05 66.35 67.4 67.9 72.65 93
M0P2 (III) 65.5 66.25 66.75 71.1 71.95 73 74.45 79 80.5 81.75
M0P3 (I) 24.6 25.45 26.45 26.85 28.65 29.6 38.2 39 39.4 40.25
M0P3 (II) 29.45 31 35.25 36.35 36.6 37.4 38.6 42.3 43.45 45
M0P3 (III) 25.95 30.25 38.4 41.9 42.15 42.15 45.7 49.65 50.7 55.2
M0P4 (I) 38.8 40.7 42.25 44.45 52.85 53.7 54.65 64.95 66.85 69.45
M0P4 (II) 29.15 30.35 30.75 30.95 34.5 34.5 34.5 34.85 35.25 35.45
M0P4 (III) 42.05 42.25 46.5 49.95 65.15 69.9 70.5 70.5 70.75 73.25
M1P0 (I) 28.4 32.55 35 35.45 37 39.75 51.05 51.05 52.8 59.7
M1P0 (II) 63.7 64.1 64.35 68.75 91.85 96.85 96.85 96.85 96.95 99.15
M1P0 (III) 54.1 64.75 77.25 78.8 79.95 79.95 83.3 94.95 95.3 95.55
M1P1 (I) 95.5 95.7 96.25 96.6 96.9 97.45 98.3 98.8 99.45 99.9
M1P1 (II) 68.1 68.75 69 69.85 70.1 70.7 71.1 71.8 72 72.8
M1P1 (III) 102.05 104.1 104.55 105.3 105.7 106.4 106.75 107.6 108.75 108.85
M1P2 (I) 26.75 28 28.5 29.5 30.5 31 31.25 32.5 37 37.25
M1P2 (II) 40 42 52 53.5 60 60.5 62.5 79.25 81.5 83.5
M1P2 (III) 42 43 48 49 49.5 49.5 49.5 49.75 50.75 63
M1P3 (I) 58.75 62.75 70.5 70.5 71 72 73.5 78 83 90
M1P3 (II) 44.5 45 47 48 65.75 75 73 74.5 76.75 84
M1P3 (III) 24.95 26.25 31.5 42 43 45 44.25 50.5 56 56.5
M1P4 (I) 33.95 34.4 34.6 35 35.25 35.25 35.5 39.25 41.5 45.5
M1P4 (II) 35.55 39.1 46.5 47 47 49.25 59 64.5 69.5 72
M1P4 (III) 33.25 34.25 34.75 36.75 40 40 40.5 43.5 52.4 54.35
M2P0 (I) 28.8 29.5 29.5 30 31 32 34.85 38.7 40 42.3
M2P0 (II) 35.75 38 38 43 43 45.8 47.5 50 54 55.8
M2P0 (III) 44 44.5 44 48 48 52 58 54 60 61.4
M2P1 (I) 53.15 54.8 55.5 56.25 56.65 57.45 58 58.8 64.35 65.25
M2P1 (II) 62.95 63.45 64.2 64.5 65.3 67.05 68.15 68.9 70.05 70.7
M2P1 (III) 56.15 56.5 59 59.6 61.35 62 67.4 68.35 68.95 70.9
M2P2 (I) 46.5 48 50.15 51.85 54.35 59 61.5 65 69 74
M2P2 (II) 38.65 41.15 43.25 46.35 51.5 53 58 61.5 67.5 69.5
M2P2 (III) 25 30.5 36.5 40 42.5 45 61.5 66 75 81
M2P3 (I) 53.25 57.5 60.75 73.5 77.5 80 81.5 83.75 98.25 99.5
M2P3 (II) 31.25 32.5 35 39.25 41.5 44.5 47.5 51.45 54.9 58.55
M2P3 (III) 39 45 48.5 65.75 96.5 66.75 76.75 80.5 96.5 97.25
M2P4 (I) 26.4 28.4 30.2 34.9 36.3 37.1 39.8 42.85 44.5 49.5
M2P4 (II) 22.4 26.1 27.35 29.85 32.85 39.75 40.5 42.5 45.5 51
M2P4 (III) 48.65 55 60.1 82.8 85.45 87.2 88.5 96 101.5 106.5


Tabel 2. Rata-Rata Jumlah Daun Bibit Tanaman Karet (helai)
Perlakuan Pengamatan Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
M0P0 (I) 17 22.5 23.5 24 21.05 21 22.5 23 24 24
M0P0 (II) 15.5 17 17 17 13.35 14.5 15 15 15.5 12.5
M0P0 (III) 8.5 9.5 9.5 10 10.5 11 11.5 11.5 12 13.5
M0P1 (I) 9 13.5 13.5 13.5 7.5 8.5 9 11.5 12.5 12.5
M0P1 (II) 10 10.5 10.5 10.5 13 13.5 14 11 11.5 16
M0P1 (III) 15 16 20 21 17.5 14.5 19.5 17.5 18.5 23
M0P2 (I) 9 11.5 12 12 8.5 9.5 23 10 11.5 14
M0P2 (II) 15.5 19 20 20.5 13 14 14 16 17 16
M0P2 (III) 15.5 17.5 18 18 19 20.5 10.5 21.5 22.5 21.5
M0P3 (I) 7.5 8.5 8 7.5 8.5 8 10.5 10 9.5 8
M0P3 (II) 12.5 12.5 15 15 15 16 16.5 17 18.5 20.5
M0P3 (III) 8 8 10 11.5 11.5 11.5 11.5 15 14.5 18
M0P4 (I) 13 13.5 15.5 15.5 17.5 17.5 16.5 20 19.5 19
M0P4 (II) 8 8 8 7.5 9.5 9.5 9 9.5 9.5 9.5
M0P4 (III) 10.5 10.5 10 9.5 14.5 15.5 15.5 15.5 15.5 15
M1P0 (I) 7 8 9.5 9.5 9.5 10.5 14 14 14 15
M1P0 (II) 15.5 15 16 14 21 22.5 22.5 22 21.5 20.5
M1P0 (III) 10.5 14.5 17.5 17.5 18.5 17 16 19.5 19.5 19.5
M1P1 (I) 8 9 10 10 11 11 11.5 11.5 15 15
M1P1 (II) 11 11 11 14.5 19 19 19 22.5 22.5 23
M1P1 (III) 8 8 8 10 12 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5
M1P2 (I) 8 9 10 10 11 11 11.5 11.5 15 15
M1P2 (II) 11 11 11 14.5 19 19 19 22.5 22.5 23
M1P2 (III) 8 8 8 10 12 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5
M1P3 (I) 12 12 16 14 13 12.5 12 13.5 15 15
M1P3 (II) 13.5 13 12 11.5 11.5 19 18 18 17.5 17.5
M1P3 (III) 7.5 7.5 7.5 9.5 7 11.5 11.5 13 13.5 13.5
M1P4 (I) 13.5 13 13 13.5 14 16 12.5 17 13.5 13.5
M1P4 (II) 9.5 10 11 13 12.5 12.5 13 16.5 16 18
M1P4 (III) 9.5 11 11 11 12 12 11.5 11.5 13.5 15
M2P0 (I) 12.5 14.5 17 19 20.5 23 25.5 27.5 28.5 31
M2P0 (II) 13.5 15 16.5 18.5 21 22 24 26 26.5 28.5
M2P0 (III) 11.5 13 13.5 14.5 16 17 19 21.5 23.5 25.5
M2P1 (I) 11 12.5 14 16 17 19 21 22 23.5 25
M2P1 (II) 21 22.5 23.5 24.5 26 27 27.5 29 30 31.5
M2P1 (III) 20.5 22 23 24 24.5 25.5 26.5 26.5 28 29
M2P2 (I) 15 15.5 15.5 16.5 18 19 21.5 21.5 23.5 26
M2P2 (II) 11 11.5 12.5 13 14.5 17 18.5 18.5 23.5 25
M2P2 (III) 12 13.5 15 16 17.5 20 20 22 25 26.5
M2P3 (I) 14 16 15 16 21 19 24 24 25.5 26
M2P3 (II) 5.5 7 9 7.5 9 9.5 9.5 12 11 12
M2P3 (III) 9.5 11.5 13.5 10.5 13.5 12 17 20.5 16.5 17.5
M2P4 (I) 8.5 10.5 11 11 13 14 16.5 16.5 20 23
M2P4 (II) 6 8 8.5 8.5 10 12.5 14 16.5 20 21
M2P4 (III) 11.5 15.5 20.5 22.5 23 25.5 27 27 31.5 33


Tabel 3. Rata-Rata Diameter Batang Bibit Tanaman Karet (mm)
Perlakuan Pengamatan Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
M0P0 (I) 3.9 6.65 8.65 8.35 9.85 10.2 10.45 10.6 10.7 11.4
M0P0 (II) 2.95 5.6 7.5 12.1 10.3 10.5 11.25 11.55 11.8 12.25
M0P0 (III) 5.1 5.85 7.75 4.35 4.25 4.45 4.8 4.95 5.05 5.15
M0P1 (I) 5.5 6.7 9.7 9.7 4.85 5.05 5.25 8.4 10.6 13.95
M0P1 (II) 9.9 3.45 5 8 8.2 8.5 8.95 9.55 9.65 6.75
M0P1 (III) 6.8 9.15 12.2 16.55 5.9 6.5 7.55 11.15 14.15 11.65
M0P2 (I) 1.1 1.5 4.45 7.65 4.5 5.15 5.4 5.6 5.8 6.15
M0P2 (II) 5.2 5.75 8.5 16 11.3 8.75 9.1 9.75 10 11.35
M0P2 (III) 5.35 5.65 9.05 10.1 10.25 6.95 8.25 8.85 9.5 10.3
M0P3 (I) 3.56 3.61 3.83 4.18 4.35 4.70 4.83 4.85 5.10 5.33
M0P3 (II) 4.58 5.40 5.56 5.75 6.10 6.13 6.50 6.75 7.25 7.63
M0P3 (III) 3.74 4.21 4.85 5.03 5.14 5.53 6.23 6.55 6.80 7.05
M0P4 (I) 5.93 6.13 6.59 6.95 7.55 7.78 8.10 8.50 8.95 9.40
M0P4 (II) 4.16 4.21 4.55 4.85 4.88 4.90 4.95 4.95 5.08 5.25
M0P4 (III) 5.55 5.65 6.44 7.20 7.35 7.18 7.33 7.55 8.05 8.65
M1P0 (I) 3.70 4.26 4.33 4.38 4.65 5.10 5.53 5.65 5.85 6.70
M1P0 (II) 8.31 9.26 10.13 11.06 11.65 11.70 11.80 12.18 13.15 14.18
M1P0 (III) 7.48 8.16 8.59 8.78 9.35 10.23 10.75 11.70 12.06 12.58
M1P1 (I) 9.3 9.6 10.55 10.85 11.45 12.15 12.5 13.05 13.55 13.95
M1P1 (II) 7.15 7.65 7.9 8.6 9.35 9.85 10.15 10.65 10.95 11.1
M1P1 (III) 7.8 8.65 9.3 9.45 9.85 10.35 10.85 11.3 11.85 12.15
M1P2 (I) 3.50 3.60 3.80 3.80 3.90 4.00 4.30 4.55 4.85 5.05
M1P2 (II) 7.40 7.70 7.80 8.10 8.60 9.30 9.45 9.65 10.20 10.60
M1P2 (III) 5.20 5.40 5.70 5.80 6.00 6.35 6.60 6.85 7.30 7.70
M1P3 (I) 6.4 6.9 7.15 7.65 7.8 7.95 7.95 8 8.1 8.25
M1P3 (II) 7.05 7.65 8.3 8.5 8.7 8.8 8.9 9 9.1 9.25
M1P3 (III) 4.3 4.4 4.7 5.15 5.45 5.6 5.7 5.85 5.95 6.1
M1P4 (I) 4.10 4.90 5.30 5.30 5.35 6.00 6.20 6.30 6.40 6.45
M1P4 (II) 4.50 6.00 6.20 6.80 6.80 7.25 7.60 7.85 8.05 8.15
M1P4 (III) 3.60 5.75 5.95 5.95 6.00 6.15 6.50 6.60 6.70 6.80
M2P0 (I) 7.9 8.1 8.5 9 9.2 9.6 10.35 10.7 10.9 11.25
M2P0 (II) 9.9 10.85 11.3 11.9 12.1 12.6 12.9 13.2 13.35 13.65
M2P0 (III) 9.15 10.05 11.2 11.6 12.3 12.55 12.75 13.25 13.55 14.05
M2P1 (I) 10.75 11.45 11.9 12.3 12.6 12.9 13.9 14.55 15.05 15.5
M2P1 (II) 11.3 11.65 12.4 12.55 12.95 13.35 13.6 13.85 14.15 14.7
M2P1 (III) 10.55 10.95 11.2 11.8 12.05 12.25 12.85 13.05 13.4 13.7
M2P2 (I) 4.87 5.705 7.13 11.83 12.06 12.12 12.71 12.725 12.935 13.15
M2P2 (II) 4.35 5.13 5.595 6 6.43 7.465 8.15 8.8 10.2 10.85
M2P2 (III) 5.5 8.05 9.29 10.495 12.115 13.115 13.2 13.9 14.05 14.7
M2P3 (I) 3.6 4.05 4.575 23.45 6 6.8 7.55 11.35 11.85 12.5
M2P3 (II) 2.665 3.05 3.2 3.255 3.4 3.9 3.3 4.65 6.8 7.45
M2P3 (III) 4.55 5.05 5.85 6.25 6.65 52.5 11.05 10.15 12.3 12.55
M2P4 (I) 1.395 2.25 3.025 3.525 3.75 3.81 4.4 4.405 4.61 4.625
M2P4 (II) 1.29 2.065 2.79 3.34 3.77 4.795 5.035 5.1 5.24 5.245
M2P4 (III) 1.78 1.82 6.82 8.18 11.47 12.47 12.495 12.555 12.635 12.75


Tabel 4. Data Pengaruh Pemberian MVA dan P Terhadap Tinggi Bibit Tanaman Karet (cm)
Perlakuan Ulangan Total Rata-Rata
1 2 3
M0P0 32.75 55.2 40.25 128.20 42.73
M0P1 92 87.4 98.25 277.65 92.55
M0P2 52.45 93 81.75 227.20 75.73
M0P3 40.25 45 55.2 140.45 46.82
M0P4 69.45 35.45 73.25 178.15 59.38
M1P0 59.7 99.15 95.55 254.40 84.80
M1P1 99.9 72.8 108.85 281.55 93.85
M1P2 37.25 83.5 63 183.75 61.25
M1P3 90 84 56.5 230.50 76.83
M1P4 45.5 72 54.35 171.85 57.28
M2P0 42.3 55.8 61.4 159.50 53.17
M2P1 65.25 70.7 70.9 206.85 68.95
M2P2 74 69.5 81 224.50 74.83
M2P3 99.5 58.55 97.25 255.30 85.10
M2P4 49.5 51 106.5 207.00 69.00
Total 949.80 1033.05 1144.00 3126.85 69.49

Tabel 5. Total Perlakuan Terhadap Tinggi Bibit Tanaman Karet
Faktor Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)
Fosfor (P) Taraf M0 M1 M2 Total
P0 128.20 254.40 159.50 542.1
P1 277.65 281.55 206.85 766.05
P2 227.20 183.75 224.50 635.45
P3 140.45 230.50 255.30 626.25
P4 178.15 171.85 207.00 557
Total 951.65 1122.05 1053.15 3126.85


Tabel 6. Data Pengaruh Pemberian MVA dan P Terhadap Jumlah Daun Bibit Tanaman Karet
Perlakuan Ulangan Total Rata-Rata
1 2 3
M0P0 24 12.5 13.5 50.00 16.67
M0P1 12.5 16 23 51.50 17.17
M0P2 14 16 21.5 51.50 17.17
M0P3 8 20.5 18 46.50 15.50
M0P4 19 9.5 15 43.50 14.50
M1P0 15 20.5 19.5 55.00 18.33
M1P1 15 23 12.5 50.50 16.83
M1P2 15 23 12.5 50.50 16.83
M1P3 15 17.5 13.5 46.00 15.33
M1P4 13.5 18 15 46.50 15.50
M2P0 31 28.5 25.5 85.00 28.33
M2P1 25 31.5 29 85.50 28.50
M2P2 26 25 26.5 77.50 25.83
M2P3 26 12 17.5 55.50 18.50
M2P4 23 21 33 77.00 25.67
Total 282.00 294.50 295.50 872.00 19.38

Tabel 7. Total Perlakuan Terhadap Jumlah Daun Bibit Tanaman Karet
Faktor Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)
Fosfor (P) Taraf M0 M1 M2 Total
P0 50.00 55.00 85.00 190.00
P1 51.50 50.50 85.50 187.50
P2 51.50 50.50 77.50 179.50
P3 46.50 46.00 55.50 148.00
P4 43.50 46.50 77.00 167.00
Total 243.00 248.50 380.50 872.00


Tabel 8. Data Pengaruh Pemberian MVA dan P Terhadap Diameter Batang Bibit Tanaman Karet (mm)
Perlakuan Ulangan Total Rata-Rata
1 2 3
M0P0 11.4 12.25 5.15 28.80 9.60
M0P1 13.95 6.75 11.65 32.35 10.78
M0P2 6.15 11.35 10.3 27.80 9.27
M0P3 5.33 7.63 7.05 20.01 6.67
M0P4 9.4 5.25 8.65 23.30 7.77
M1P0 6.7 14.18 12.58 33.46 11.15
M1P1 13.95 11.1 12.15 37.20 12.40
M1P2 5.05 10.6 7.7 23.35 7.78
M1P3 8.25 9.25 6.1 23.60 7.87
M1P4 6.45 8.15 6.8 21.40 7.13
M2P0 11.25 13.65 14.05 38.95 12.98
M2P1 15.5 14.7 13.7 43.90 14.63
M2P2 13.15 10.85 14.7 38.70 12.90
M2P3 12.5 7.45 12.55 32.50 10.83
M2P4 4.625 5.245 12.75 22.62 7.54
Total 143.66 148.41 155.88 447.94 9.95

Tabel 9. Total Perlakuan Terhadap Diameter Batang Bibit Tanaman Karet
Faktor Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)
Fosfor (P) Taraf M0 M1 M2 Total
P0 28.80 33.46 38.95 101.21
P1 32.35 37.20 43.90 113.45
P2 27.80 23.35 38.70 89.85
P3 20.01 23.60 32.50 76.11
P4 23.30 21.40 22.62 67.32
Total 132.26 139.01 176.67 447.94

4.2. Pembahasan
4.2.1. Penagamatan Pertumbuhan Bibit Tanaman Karet dalam bentuk Kurva
Kurva di atas menunjukkan bahwa dari hasil kurva pengamatan tinggi bibit tanaman karet ( cm ) yang dihasilkan berdasarkan data dari tabel 1. Maka kurva tersebut dapat dilihat bahwa tinggi bibit bertambah secara nyata (significant) dari minggu ke minggu. Tetapi dalam kurva tersebut ada juga kurva yang menunjukkan penurunan tinggi bibit. Hal ini mungkin dapat terjadi karena kesalahan pengamatan yang dilakukan oleh mahasiswa (human error), kurangnya penyiramanan, dan pengaruh faktorlainnya. sehingga hasil data yang diperoleh tidak maksimal (akurat). Pemberian perlakuan yang menggunakan Jamur MVA dan P pada bibit ternyata mempengaruhi pertambahan tinggi batang yang ditunjukkan dengan pertambahan tinggi yang berbeda pada setiap macam-macam perlakuan. Dan dari kurva di atas terlihat bahwa perlakuan M1P1 yang memperlihatkan pertumbuhan tinggi yang paling baik. Mungkin ini menunjukkan bahwa pemberian bakteri MVA dan P pada tanaman karet yang sesuai untuk tanaman karet ini. Maka pertumbuhannya mengalami peningkatan disetiap minggunyua.

Kurva di atas merupakan kurva pengamatan jumlah daun bibit karet yang dihasilkan berdasarkan data dari tabel 2. Dari kurva tersebut dapat dilihat bahwa jumlah daun juga bibit bertambah secara nyata (significant) dari minggu ke minggu. Dalam kurva tersebut terlihat bahwa pertambahan jumlah daun tidak selalu meningkat, tetapi ada kalanya jumlah daun berkurang. Hal ini disebabkan adanya daun yang gugur karena daun sudah tua dan keguguran daun ini tidak dimbangi dengan munculnya daun-daun baru sehingga jumlah daun menjadi berkurang. Pertambahan jumlah daun dalam hal ini dinilai sangat penting karena daun berperan sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesis yang dapat menghasilkan gula sebagai bahan baku untuk melakukan pertumbuhan bibit karet tersebut. Dan dengan pertambahan jumlah daun yang signifikan akan mempengaruhi laju pertumbuhan pada bagian yan lain juga.

Kurva di atas merupakan kurva pengamatan diameter batang bibit tanaman karet (dalam mm) berdasarkan data dari tabel 3. Dari kurva di atas terlihat bahwa secara umum pertambahan diameter batang pada bibit karet terjadi secara linear yang ditunjukkan dengan kurva yang membentuk garis yang lurus. Tetapi ada sebagian kurva yang membentuk gelombang naik turun. Hal itu mungkin disebabkan oleh kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam mengukur diameter batang bibit sehingga data yang diperoleh tidak maksimal (akurat). Sehingga , dari kurva di atas dapat dilihat perbandingan diametrnya bahwa diameter batang merupakan salah satu variabel yang menunjukkan pertumbuhan dari bibit tanaman karet tersebut. Dan pemberian perlakuan MVA dan P pada bibit tanaman karet ternyata memberikan pengaruhi pertambahan diameter batang yang ditunjukkan dengan diemeter yang berbeda-beda pada setiap perlakuan. Dan perlakuan yang menunjukkan pertambahan diameter batang yang maksimal adalah pada perlakuan M2P1.

4.2.2. Analisis Data
Untuk melihat pengaruh perlakuan yang diamati, data hasil pengamatan dianalisis secara Statistik dengan menggunakan sidik ragam dan untuk melihat perbedaan antar perlakuan diuji dengan menggunakan uji BNT pada taraf 5 % (0.05). Dari analisis ragam yang dilakukan, maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Tabel Analisis Ragam Tinggi Bibit Tanaman Karet
SK DB JK KT F hitung F Tabel
F 0.05 F 0.01
Perlakuan 14 10622.17 758.73 2.43* 2.04 2.75
M 2 979.68 489.84 1.57 3.32 5.39
P 4 3500.18 875.04 2.80* 2.69 4.02
Interaksi MP 8 6142.31 767.79 2.46* 2.27 3.17
Galat 30 9363.58 312.12
Total 44 19985.75
Ket. : * = berbeda nyata (significant)

Uji BNT pada taraf 5 %
BNT0.05 = tα/2 (30) ×
= 2,045 ×
= 2,045 × 14,42
= 29,50
 Dari hasil perhitungann analisis di atas, diperoleh nilai F hitung yang berbeda nyata (significant) pada sumber keragaman perlakuan, P, dan gabungan (interaksi) MP. Sedangkan pada perlakuan M diperoleh hasil yang tidak significant. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perlakuan ini memberikan pengaruh yang nyata pada pertambahan tinggi bibit karet. Akan tetapi pemberian mikoriza (MVA) tidak begitu memberikan pengaruh yang nyata dibanding dengan pemberian fosfor (P).karena kandungan fosfor ini memperkuat batang agar tidak mudah roboh dan perkembangan akar. Namun di antara kedua perlakuan tersebut (MVA dan P) terdapat interaksi yang nyata sehingga dengan pemberian perlakuan MVA dan P secara bersama-sama akan memberikan hasil yang significant pada pertambahan tinggi tanaman. Dan dari analisis tersebut dapat diketahui bahwa pemberian fosfor (P) dapat meningkatkan pertumbuhan pada bagian batang dari tanaman, Untuk pembelahan sel dan pembentukan albumin. Dari hasil analisis ragam tersebut dapat dilanjutkan dengan uji BNT dengan taraf 5 % yang menghasilkan nilai BNT0.05 = 29,50.

2. Tabel Analisis Ragam Jumlah Daun Bibit Tanaman karet
SK DB JK KT F hitung F Tabel
F 0.05 F 0.01
Perlakuan 14 1040.41 74.32 3.29** 2.04 2.75
M 2 808.01 404.01 17.89** 3.32 5.39
P 4 132.52 33.13 1.47 2.69 4.02
Interaksi MP 8 99.88 12.48 0.55 2.27 3.17
Galat 30 677.67 22.59
Total 44 1718.08
Ket. : ** = berbeda sangat nyata (highly significant)

Uji BNT pada taraf 5 %
BNT0.05 = tα/2 (30) ×
= 2,045 ×
= 2,045 × 3,88
= 7,94
Dari hasil analisis di atas, dapat diperoleh nilai F hitung yang berbeda sangat nyata (highly significant) pada sumber keragaman perlakuan M. Sedangkan pada perlakuan P dan interaksi MP diperoleh hasil yang tidak ada pengaruh (significant). Hal ini menunjukkan bahwa adanya perlakuan ini juga memberikan pengaruh yang sangat nyata pada pertambahan jumlah daun bibit tanaman karet. Pemberian mikoriza (MVA) juga bisa memberikan pengaruh yang sangat nyata dibanding dengan pemberian fosfor (P). Namun di antara kedua perlakuan tersebut (MVA dan P) tidak terdapat interaksi yang nyata sehingga dengan pemberian perlakuan MVA dan P secara bersama-sama tidak bisa memberikan hasil yang significant pada pertambahan jumlah daun tanaman. Dari hasil analisis ragam tersebut dapat dilanjutkan dengan uji BNT dengan taraf 5 % (0.05) yang menghasilkan nilai BNT0.05 = 7,94.

3. Tabel Analisis Ragam Diameter Batang tanaman Karet
SK DB JK KT F hitung F 0.05 F 0.01
Perlakuan 14 262.96 18.78 2.63* 2.04 2.75
M 2 76.36 38.18 5.35* 3.32 5.39
P 4 153.56 38.39 5.38** 2.69 4.02
Interaksi MP 8 33.04 4.13 0.58 2.27 3.17
Galat 30 214.06 7.14
Total 44 477.02
Ket. : * = berbeda nyata (significant)
** = berbeda sangat nyata (highly significant)

Uji BNT pada taraf 5 %
BNT0.05 = tα/2 (30) ×
= 2,045 ×
= 2,045 × 2,18
= 4,46
Dari hasil analisis di atas, dapat diperoleh nilai F hitung yang berbeda nyata (significant) pada sumber keragaman perlakuan M. Sedangkan pada perlakuan P diperoleh hasil yang berbeda sangat nyata (highly significant), dan pada interaksi MP diperoleh hasil yang tidak significant. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perlakuan ini memberikan pengaruh yang nyata pada pertambahan diameter batang bibit tanaman karet. Dari hasil analisis ragam tersebut dapat dilanjutkan dengan uji BNT dengan taraf 5 % yang menghasilkan nilai BNT0.05 = 4,46.

V. KESIMPULAN

Pengamatan dalam praktikum ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui respon bibit karet (Hevea brasiliensis) terhadap pemberian mikoriza vesikular arbuskular (MVA) dan fosfor (P) pada tanah ultisol di polybag. Dan dari hasil dan pembahasan yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Dari pembahasan diatas dapat simpulkan bahwa perlakuan yang sangat memberikan pengaruh yang nyata adlah perlakuan Fosfot (P).
2. Pemberian perlakuan MVA dan P berpengaruh nyata significant pada pertumbuhan bibit tanaman karet pada tanah ultisol di polybag.
3. Pada perlakuan ini terdapat interaksi antara pemberian MVA dan P sehingga bila diberikan secara bersama-sama akan mampu meningkatkan pertumbuhan bibit tanaman karet di dalam polybag.
4. Dosis pemberian MVA dan P yang tepat dalam meningkatkan pertumbuhan bibit karet adalah pada dosis MVA sebanyak 10 gram/tanaman dan pupuk P sebanyak 50 % dari dosis anjuran.


DAFTAR PUSTAKA

Setyamidjaja, Dj. 1993. Seri Budi Daya : KARET. Yogyakarta: Kanisius.
Tim Penulis PS. 2000. KARET: Strategi Pemasaran Tahun 2000 Budidaya dan Pengolahan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Martino, Dede. 2004. Pengantar Pembiakan Vegetatif. Jambi. Fakultas Pertanian Universitas Jambi.